"Beragam kelainan bisa dideteksi dengan USG. Selain cacat fisik, seperti hidrosepalus, ketiadaan batok kepala, dan organ tubuh tidak lengkap, USG juga bisa mendeteksi kelainan seperti down syndrome, twin to twin syndrome pada bayi kembar, serta kemungkinan anemia janin," jelas dokter spesialis kandungan dr Nurwansyah SpOG saat berbicara dalam seminar kedokteran bertajuk Updates in Maternal-Fetal Medicine yang diselenggarakan RS Premier Bintaro, Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut Nurwansyah menjelaskan USG pertama sebaiknya dilakukan setelah seorang perempuan terlambat menstruasi dua minggu. Fungsinya untuk memastikan apakah posisi kehamilan di dalam atau di luar kandungan.
Pemeriksaan USG berikutnya dilakukan di usia kandungan satu bulan untuk mengetahui ada tidaknya janin. USG berikutnya, di usia kehamilan dua bulan untuk pemeriksaan nuchal translucensy atau melihat ada tidaknya penebalan pada tengkuk janin.
"Penebalan pada tengkuk janin mengindikasikan kelainan down syndrome," ujar Nurwansyah.
Selanjutnya, pemeriksaan USG sebaiknya rutin dilakukan setiap kontrol kandungan sebulan sekali. Hal itu berfungsi untuk mendeteksi kemungkinan timbulnya kelainan janin. "Beberapa jenis kelainan butuh intervensi cepat. Di situlah peran USG, untuk mendeteksi kelainan."
Ia mencontohkan kelainan yang disebut anemia janin. Hal itu bisa timbul pada ibu yang memiliki darah rhesus negatif, sementara darah janin rhesus positif (karena ayah rhesus positif).
"Ketika ada satu tetes saja darah janin masuk ke aliran darah ibu, ibu akan membentuk antibodi. Serangan antibodi ibu bisa berakibat fatal pada janin. Tanpa intervensi, umumnya janin akan meninggal di usia 7 bulan," jelas Nurwansyah.
'Serangan' antibodi ibu akan membuat janin kekurangan darah dan membengkak karena kelebihan cairan. Kematian itu bisa dicegah dengan transfusi darah pada janin secara berkala serta pengeluaran cairan dari paru sehingga paru janin bisa berkembang. "Teknologi kedokteran memungkinkan untuk itu," kata Nurwansyah.
Tanda awal anemia janin, yakni pembengkakan pada bayi, bisa dideteksi lewat USG. Selanjutnya diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis sebelum dilakukan penanganan.
Contoh kelainan lain yang juga butuh penanganan cepat ialah twin to twin syndrome (TTTS) pada bayi kembar. Kelainan itu terjadi ketika salah satu janin 'mendonorkan' jatah nutrisinya untuk janin kembarannya. Akibatnya, janin 'pendonor' sulit berkembang, bahkan bisa mengalami kematian.
"Kelainan itu bisa dideteksi lewat USG juga, ditandai dengan perbedaan ukuran janin yang berbeda jauh. Janin yang satu besar dengan cairan ketuban jauh lebih banyak. Yang lain kecil, cairan ketubannya juga sedikit karena terdesak kembarannya."
Bila terdeteksi, kelainan itu bisa ditangani dengan mengurangi cairan ketuban milik janin penerima. "Pengurangan cairan dilakukan secara berkala dengan cara merobek selaput ketuban dan mereduksi cairannya."
Keamanan Meski membawa manfaat, ada yang menyatakan USG tidak boleh dilakukan terlalu sering karena berbahaya bagi janin. Menurut Nurwansyah, itu hanya mitos.
"USG menggunakan gelombang ultrasound. Penelitian membuktikan, efek berbahaya baru akan timbul ketika kekuatan gelombangnya 100 watt/cm persegi, akan timbul efeknya berupa panas. Sementara umumnya alat USG menggunakan energi 100 miliwatt/cm persegi."
Nurwansyah menjelaskan larangan USG terlalu sering lebih ditekankan untuk mencegah praktik pemeriksaan USG yang dilakukan tidak profesional atau tidak memberikan manfaat signifikan bagi pasien dan berbiaya besar.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih atas Komentar anda..