Menyeimbangkan risiko dengan manfaat memang tidak mudah. Perusahaan kini dihadapkan pada risiko yang lebih kompleks, saling terkait dan memiliki potensi dampak yang lebih besar. Dalam beberapa tahun terakhir, kondisi ekonomi gonjang-ganjing. Kita dihadapkan pada krisis likuiditas, volatilitas pasar yang tinggi, bailout pemerintah yang kontroversial, penggabungan institusi keuangan, dan belum lagi dampak krisis ekonomi di luar negeri yang berdampak pada ekonomi kita.
Dihadapkan pada itu semua, perusahaan mulai menilai ulang strategi mereka dalam merespons tantangan dan tekanan dari lingkungan bisnis saat ini. Peranan direksi dalam melakukan pengawasan terhadap risiko menjadi fokus utama dalam penilaian ulang strategi pengelolaan risiko.
Risiko dari sektor keuangan sedikit banyak telah berkontribusi pada kebangkrutan perusahaan, kegagalan dalam pengelolaan bank, dan pengambilan keputusan intervensi oleh pemerintah. Dampak semua itu menyebar secara luas pada ekonomi, karena perusahaan dari hampir semua sektor industri mengalami akibatnya, mulai dari batasan kredit, permintaan konsumen yang menurun, volatilitas harga komoditas, nilai tukar uang, dan juga harga saham.
Walaupun kita berharap bahwa pengambilan keputusan bisnis yang baik akan mampu mengatasi dampak krisis keuangan, perusahaan, dan direksi harus selalu mawas bahwa kondisi saat ini bisa saja mendorong dikeluarkannya standar atau aturan baru yang meningkatkan tanggung jawab direksi terhadap manajemen risiko. Selain itu, perlu diingat potensi rusaknya reputasi perusahaan dan juga anggota direksi jika ternyata ada kelemahan dalam proses pengelolaan risiko.
Apa sebenarnya peranan direksi dalam manajemen risiko? Tentu direksi tidak bisa terlibat langsung dalam pelaksanaan aktual keseharian dari manajemen risiko.
Direksi bersama-sama dengan dewan komisaris melalui fungsi pengawasannya, dapat mengirimkan pesan kepada seluruh karyawan bahwa manajemen risiko merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari strategi dan budaya perusahaan, serta merupakan proses yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Sistem manajemen risiko perusahaan harus berfungsi sedemikian rupa agar risiko yang paling material mendapatkan perhatian dari direksi, serta memfasilitasi direksi untuk dapat memahami dan mengevaluasi keterkaitan risiko tersebut, pengaruhnya bagi perusahaan, serta bagaimana manajemen sebaiknya menanggapi risiko tersebut.
Melihat kompleksitas dan rintangan yang ada pada lingkungan saat ini, perusahaan sebaiknya mulai memfokuskan diri pada kualifikasi dan pengalaman anggota direksi dalam proses seleksi anggota direksi baru, serta memberikan tutorial untuk membantu mereka memahami dan melakukan penilaian terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan.
Perusahaan juga harus mempertimbangkan struktur organisasi yang dapat memfasilitasi direksi dalam melakukan pengelolaan risiko dan juga dewan komisaris dalam melakukan pengawasan atas pengelolaan risiko yang dilakukan oleh direksi. Di beberapa perusahaan, ini diakomodasi dengan membuat komite manajemen risiko yang terpisah dari direksi.
Memang belum ada formula baku untuk hal ini, tetapi yang perlu diperhatikan adalah manajemen risiko perlu dipandang sebagai prioritas dalam agenda perusahaan, dan sebuah sistem perlu dibangun untuk memastikan bahwa pelaksanaan manajemen risiko benar-benar telah dijalankan.
Bagaimana menilai apakah direksi telah menjalankan dengan baik atau lalai dalam mengelola risiko? Memang tidak mudah untuk menilai hal ini. Pengambilan keputusan tidak selalu dapat dijamin tidak mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Namun, agar tidak dinyatakan lalai, tentu pengambilan keputusan penting, salah satunya tentu harus dengan pertimbangan risiko.
Manajemen risiko
Direksi harus membangun sistem manajemen risiko di perusahaan, perlu dilakukan diskusi secara periodik atas laporan yang disampaikan oleh unit yang bertanggung jawab atas manajemen risiko, dan terdapat tolok ukur yang jelas bahwa direksi melakukan pengawasan yang memadai dan memberikan umpan balik terhadap laporan risiko yang diterimanya.
Jika kondisi di atas tidak ditemui, dan aktivitas manajemen risiko hanya terlokalisasi dalam unit tertentu serta tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari direksi dan juga dewan komisaris, bisa saja ini dianggap sebagai kelalaian dalam memastikan adanya sistem manajemen risiko yang baik di perusahaan.
Pada bulan Juli 2009, Securities & Exchange Commission Amerika mengajukan usulan agar perusahaan melakukan pengungkapan informasi yang lebih lengkap terkait dengan praktik pengawasan manajemen risiko, termasuk sejauh mana peranan direksi dan dewan komisaris di dalam mengelola risiko.
Selain itu, juga diusulkan agar perusahaan melakukan pengungkapan keterkaitan kebijakan remunerasi dengan profil risiko yang dimiliki perusahaan. Mengapa ini dirasa penting? Karena terdapat beberapa pandangan bahwa pengaturan remunerasi telah mendorong pengambilan risiko yang berlebihan. Kebijakan remunerasi harus dapat mendukung terciptanya stabilitas sehingga tidak mendorong pengambilan keputusan dan pengambilan risiko yang berlebihan untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek.
New York Stock Exchange juga mengeluarkan peraturan bahwa CEO dan manajemen senior harus melakukan penilaian dan pengelolaan risiko perusahaan. Komite audit harus mendiskusikan risiko keuangan yang material dan tindakan apa yang telah diambil oleh dewan untuk menangani risiko tersebut.
Di Indonesia, pengaturan terkait manajemen risiko masih belum sesolid di Amerika. Namun, tentu kita bisa mengambil hal-hal yang baik untuk diterapkan, demi kelangsungan perusahaan. Banyak panduan praktik yang bisa digunakan sebagai referensi.
Pada Oktober 2009, National Association of Corporate Directors (NACD) - Blue Ribbon Commission on Risk Governance mengeluarkan laporan yang memberikan panduan dan prinsip-prinsip bagi dewan dalam melakukan pengawasan risiko, keterkaitkan strategi dan risiko, serta peranan Dewan terkait dengan risiko-risiko tertentu. Referensi lain juga bisa diperoleh melalui Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) yang telah mengeluarkan Enterprise Risk Management Framework di tahun 2004.
Kerusakan reputasi perusahaan yang disebabkan oleh tidak layaknya pengawasan risiko yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dianggap serius. Bukan saja dapat memengaruhi nilai perusahaan, melainkan juga bisa saja direksi menghadapi tuntutan hukum dari pemegang saham, bahkan mengancam kelangsungan perusahaan.
Oleh karena itu, dalam memastikan dilaksanakannya manajemen risiko, direksi perlu melakukan pengawasan yang memadai. Manajemen risiko perlu dirancang secara spesifik, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perusahaan. Namun, secara umum sistem manajemen risiko yang efektif harus: (1) memfasilitasi identifikasi risiko material secara memadai dan secara tepat waktu; (2) didukung dengan strategi risiko yang responsif terhadap profil risiko dan strategi bisnis; (3) mendukung agar manajemen risiko terintegrasi dalam pengambilan keputusan di seluruh lini perusahaan; serta (4) didukung dengan kebijakan dan prosedur yang secara memadai dapat memfasilitasi penyampaian informasi penting terkait dengan risiko kepada manajemen senior, komite terkait, direksi, dan dewan komisaris.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih atas Komentar anda..