Tuesday, March 16, 2010

Kelayakan berponsel untuk si kecil

Siapa yang tidak kenal hape, handphone, atau HP? Perangkat komunikasi telepon seluler (ponsel) ini ibarat sudah menjadi barang primer bagi masyarakat masa kini. Ponsel bahkan menjadi salah satu temuan populer abad ini memengaruhi kehidupan manusia.

Tidak hanya sebagai perangkat komunikasi nirkabel yang membuat orang mudah dikontak di mana saja, tetapi ponsel ikut bermutasi menjadi budaya hidup. Selain komunikasi, perangkat ini juga berubah menjadi media hiburan karena kecerdasannya menyimpan lagu, foto, games, bahkan untuk koneksi Internet.

Anda yang disibukkan dengan pekerjaan kantor atau kehidupan sosial memang layak menggenggam ponsel. Namun bagaimana dengan anak-anak? Kapan si kecil dinilai sudah layak dan pantas menenteng ponsel?

Prima Lembana, Humas Grup Sinar Mas, pernah mengatakan ponsel menjadi barang penting yang diberikan kepada putranya yang memilih bersekolah di Bandung bersama sang nenek daripada di Jakarta yang macet.

Jarak yang memisahkan dengan si anak yang sudah duduk di bangku SMP memaksa dia membekali sang anak dengan ponsel agar lebih mudah dihubungi.

Begitu pula dengan Diding Caturherdinwati, karyawan JSI untuk FAO di Jakarta, yang sudah mengenalkan ponsel kepada putrinya yang baru berusia 3 tahun meski si kecil belum tahu pasti apa guna alat tersebut.

"Alasannya biar bisa setiap saat ditelepon. Memang tidak dia pegang karena tentu saja yang mengangkat suster [baby sitter]. Namun ini khusus saya tinggal untuknya," ujarnya.

Sementara itu, Manajer Komunikasi Perusahaan PT Central Proteinaprima Fajar I. Reksoprodjo sampai sekarang justru masih bimbang untuk membekali putranya, Akasyah, yang bersekolah di SD Al Ikhlas Cipete.

Akasyah yang baru kelas 1 SD ini sudah paham betul menggunakan ponsel, baik untuk menelepon maupun ber-SMS (layanan pesan singkat). Namun, sang ayah masih berpikir ulang untuk membekali si anak ponsel pribadi.

"Saya melihat dia belum cukup bisa bertanggung jawab dengan barang-barang miliknya. Jangan-jangan sudah dibelikan malah hilang atau rusak dibanting-banting."

Psikolog pendidikan Universitas Indonesia Diennaryati Tjokrosuprihatono mengatakan memberikan ponsel bagi anak tidak diukur dari pantas atau tidaknya, tetapi lebih pada kebutuhannya.

Sekarang, kata Diennar, ponsel tak bisa dikatakan cocok untuk batasan usia tertentu, karena masalah kebutuhan. Misalnya, sekolah anak yang jauh dan orangtua harus jemput sendiri atau kedua orangtua yang bekerja dan pulang malam sementara anaknya sekolah.

"Itu ada kebutuhan komunikasi karena ada tugas-tugas sekolah. Anak sekarang berbeda dengan dulu. Jadi, tak ada kata-kata ini tak pantas menggunakan HP, kecuali kalau itu diberikan untuk nampang, tanpa kebutuhan."

Dia berpendapat anak yang sudah duduk di kelas 4, 5, atau 6 SD bisa dikatakan sudah ada kebutuhan ponsel. Namun, untuk anak kelas 1, 2, atau 3 SD tidak demikian.

Sementara itu, sosiolog bidang teknologi informasi Universitas Indonesia Kahardityo menyatakan anak usia 6 -12 tahun belum pantas memiliki ponsel pribadi.

"Untuk siswa SD dan SMP, kebutuhannya belum jelas untuk apa. Kalau orangtua bilang untuk mudah memantau, dulu tanpa HP pun orangtua juga bisa memantau. Artinya sebenarnya ada keengganan orangtua untuk repot.."

Menurut dia, kecenderungan anak-anak diberikan ponsel orangtuanya hanya untuk aksi dan gengsi saja karena anak-anak belum paham jika ponsel itu bukan sekadar mainan dan membutuhkan biayanya mahal untuk mengoperasikannya.

"Menurut saya, pada usia anak dalam pertumbuhan tidak berpikir kehidupan di dunia ini keras. Sebaiknya fokus pada perkembangan jiwanya dan pendidikannya. Oleh sebab itu, orangtua tak perlu memberikan ponsel kepada anak yang masih duduk di SD dan SMP."

Masa remaja

Baru ketika anak sudah pada usia SMA, ponsel sudah boleh karena pada usia ini anak rawan masa remaja yang tengah mencari jati diri sehingga orangtua perlu memperhatikan komunikasi dan pergaulan anak.

Selain mempertimbangkan usia, memberikan ponsel kepada anak juga perlu memperhatikan dampak buruknya terhadap kesehatan.

Penelitian yang dilakukan oleh University of Washington, AS dan penelitian di Swedia yang dimuat dalam European Journal of Cancer Prevention menyebutkan radiasi yang dipancarkan ponsel berbahaya bagi penggunanya, terutama anak-anak, karena bisa menjadi salah satu pencetus tumor dan kanker otak.

Bukti pancaran radiasi ponsel sebenarnya mudah saja, contohnya saat ponsel didekatkan dengan televisi sehingga gambar pada layarnya goyang dan terganggu.

Bayangkan saja jika ini terjadi pada otak manusia. Mendapatkan gelombang elektromagnetis secara konstan sejak usia 6 tahun sampai 18 tahun berarti tingkat kerusakan otak lebih dini.

Sementara itu, bahaya lain juga mengancam anak-anak yang sudah aktif menggunakan ponsel yaitu mendangkalkan potensi sosial anak. Kalau dulu berinteraksi harus berkomunikasi secara langsung, sekarang ponsel dapat digunakan untuk melakukan komunikasi tanpa face to face.

Dari aspek pemahaman teknologi, anak-anak ini bisa disebut digital native. Ini akan berdampak langsung terhadap kecenderungannya dalam berkomunikasi kepada orang lain atau di depan publik. Anak yang terbiasa menggunakan ponsel cenderung menjadi soliter.

Menurut Kahardityo, pada usia pertumbuhan seharusnya anak dilatih bersosialisasi bersama teman seusianya hingga mampu mengadopsi dan mendapatkan norma di tengah masyarakat. Lewat ponsel, anak-anak bisa mengoceh semaunya, asal-asalan, kasar, dan sebagainya.

Anak yang belum bisa membagi prioritas juga akan lebih sibuk dengan ponselnya untuk bermain games sehingga memecah konsentrasinya.

"Jangan hanya karena temannya sudah punya BlackBerry, dia minta juga yang sama dengan temannya. Apalagi komunikasi pakai Internet segala. Ini tidak sehat karena membuat anak-anak bersaing tidak sehat."

Tidak heran, perilaku konsumtif sangat mudah terpicu dalam penggunaan ponsel ini. Begitu seringnya muncul jenis ponsel baru, yang tidak hanya menawarkan teknologi yang mutakhir tetapi juga desain baru yang disesuaikan dengan selera konsumen, menarik minat pengguna untuk berganti-ganti.

Memang, orang sekarang sudah memiliki ruang permakluman yang luar biasa terhadap kehadiran ponsel, bahkan untuk anak-anaknya yang masih kecil. Apalagi, ponsel kini beragam dari yang hanya ratusan ribu rupiah hingga puluhan juta.

Orangtua menganggap anaknya perlu dibekali HP dengan pertimbangan kelancaran komunikasi. Mereka yang berduit tidak masalah untuk membelikan ponsel bagi anak-anaknya. Ada di antara mereka yang bahkan mengalokasikan anggaran khusus untuk membiayai pulsa demi kebutuhan berkomunikasi dengan anak.

Tidak heran, anak-anak SD sudah tak asing dengan ponsel. Barang ini pun sudah menjadi daftar permintaan mereka sebagai hadiah ulang tahun.

Sementara, ada sebagian orangtua yang memilih untuk tidak memberikan ponsel kepada anaknya karena alasan belum perlu, takut konsumtif, takut si anak mendapatkan informasi-informasi negatif dan menghindarkan dari tindak kriminal yang mungkin menimpa si anak.

0 komentar:

Post a Comment

Terima Kasih atas Komentar anda..

CANTIK

Nonacne merupakan produk untuk mengobati kulit berjerawat. dan membantu menghilangkan jerawat dan mencegah kemunculannya kembali. Mengkonsumsi suplemen ini secara teratur menghasilkan kulit yang indah dan halus.

Produk Herbal Buy my product
Untuk informasi pemesanan silahkan Klik Link berikut:
Obat anti Jerawat
Oder Pembelian